Menebak Masa Depan

Waktu awal-awal gue SMA kelas 3, sekitar tahun 2007, gue gak punya bayangan gue mau kuliah dimana dengan jurusan apa. Di SMA gue anak IPA yang biasa-biasa aja, gak terlalu pinterlah. Berbagai masukan datang dari orang tua, saudara dan teman mengenai jurusan apa yang haus gue ambil. Ada yang menyarankan tentang Kedokteran, ada juga yang menyarankan Psikologi, Teknik Sipil, Hubungan Internasional, hingga Pendidikan Bahasa Inggris.Alhasil, gue cobain tuh semuanya kemungkinan sewaktu ujian masuk universitas, alhasil gue lolos tes untuk ke Teknik Sipil dan Pendidikan Bahasa Inggis. Tapi menurut kok gue masih belum mantap ya akan mengambil jurusan ini. Yaudah gue mencoba tes jalur terakhir universitas dan gue masuk di Ilmu Komunikasi. Yak 4,5 tahun akhirnya gue kuliah di jurusan Ilmu Komunikasi.

Di jurusan ilmu komunikasi pun, gue ngerasa masih bingung tentang fokus konsentrasi studi yang akan gue ambil. Maklumlah gue kan dulunya 3 tahun belajar IPA dan gak punya ide sama sekali tentang dunia komunikasi. Yang gue tahu tentang komunikasi ya cuma kemampuan bicara. Gue sempet mikir apakah gue bakalan jadi MC kondang atau penyiar Radio. Tapi overall, gue gak punya bayangan tentang gimana dunia komunikasi itu. Ada banyak fokus konsentrasi studi di jurusan Ilmu Komunikasi tersebut; ada Public Relations, Advertising, Jurnalisme dan Kajian Media. Tanpa pikir panjang, gue ambil konsentrasi Public Relations dan Advertising. Gue udah bisa bayangin tentang masa depan gue #ciegitu. Paling enggak bakalan seputar periklanan, agensi dan marketing communication. Sempet bayangin sih kalau iklan yang akan terpampang di koran itu adalah hasil karya gue.

3 tahun kuliah di Komunikasi membuat gue belajar banyak tentang iklan yang masih bersifat konvensional; ya sebut saja iklan televisi, radio dan print ad. Di 2011 gue baru bikin twitter, iseng aja sih sebenernya tapi kok asik ya. Kebetulan gue itu tipikal orang yang penyimak banget, jadi gue gak cuma menggunakan twitter sebagai ajang pertemanan, tapi gue mengamati dan mempelajari bagaimana media sosial itu bekerja. Di 2011, mulai banyak yang menggunakan twitter, terbukti arus timeline sudah terasa cepat dan kayaknya hampir semua temen gue punya twitter deh.

Di twitter dan media sosial lain, gue nemu beberapa poin yang akhirnya membuat gue semakin tertarik untuk mendalami dan mempelajarinya:
1. Media Sosial membentuk masyarakat baru dengan media yang tanpa batas
Di twitter, lo bisa ketemu temen-temen lo sekarang sampai temen SD lo. Di manapun mereka, lo masih bisa nyari mereka asalkan lo masih ingat nama mereka. Selain untuk ketemu temen, di twitter lo bisa banget buat nambah temen. Gue sih lebih melihat kalau twitter (ataupun media sosial lain) adalah tatanan masyarakat digital. Banyak yang merasa pertemanan yang dibangun di media sosial bisa dianggap pertemanan beneran, sehingga di media sosial lo bisa "bertetangga" dengan akun-akun lain, saling membangun komunikasi, melakukan aksi bantu-membantu, menggosipkan orang lain, hingga berantem dengan yang lain layaknya di kehidupan bermasyarakat nyata. Di media sosial ada istilah influencer, yang bisa mempengaruhi orang-orang dan biasanya punya banyak pengikut. Influencer ini layaknya tetua adat atau orang yang dihormati di dunia nyata, sehingga apapun yang dia katakan bisa mempengaruhi masyarakat digital, positif maupun negatif. Tanpa dinding dan batas area, media sosial memberikanmu akses sebebas-bebasnya untuk berkomunikasi dengan akun lain yang juga merupakan "tetangga" lo.
2. Mempersingkat perluasan informasi dalam hal jarak dan waktu
Ketika ada bencana di negara lain, gak sampai beberapa saat lo bisa mengetahuinya di timeline lo. Tanpa perlu waktu yang lama, lo bisa selalu memperbaharui informasi-informasi yang pengen lo tau dari beberapa orang. Dengan kata lain, lo juga bisa melakukan penyebaran informasi dengan cepat sekali di media sosial. Kemampuan media sosial seperti ini mengakomodasi orang-orang yang ingin selalu menunjukkan updatean apa yang sedang dia lakukan, di mana dia dan bagaimana perasaaannya saat ini.
3. Kebutuhan primer sosialita
Media sosial menjadi semacam kebutuhan pokok di era yang serba digital ini. Mulai ada istilah seperti generasi nunduk (generasi yang membuat interaksi dunia maya seolah nyata lantas mengabaikan interaksi dunia nyata), memotret makanan sebelum dimakan dan menginfokannya di media sosial serta selfie yang sudah mulai membudaya atas aktivitas apapun yang dilakukan. Perkembangan gadget semakin memfasilitasi kebutuhan ini. Istilah smartphone pun keluar karena dalam sebuah gadget, kamu bisa melakukan apapun di sana. Kamera depan yang dulu hanya berupa kamera VGA, sekarang berlomba-lomba untuk semakin menjadi canggih, pun dilengkapi dengan beauty filter sehingga semakin meramaikan budaya selfie. Mereka menjadi jarang menonton televisi, membaca koran dan mendengarkan radio. Mereka menghabiskan waktu dengan gadgetnya untuk mendapatkan informasi serta bermedia sosial. Mereka selalu panik ketika paket internet habis, atau lupa membawa charger. Diciptakan powerbank semakin mendukung generasi nunduk ini. Ditambah lagi, mereka yang eksis di dunia nyata seakan semakin terlihat keren kalau punya followers banyak di twitter, path serta instagram, rame mention dan comment.
4. Perluasan aspek marketing dan bisnis
Tiga alasan di atas semakin mendukung poin yang keempat ini. Banyak yang melihat peluang untuk menciptakan lahan bisnis di media sosial. Ternyata puluhan juta penduduk Indonesia punya media sosial dan jumlah market yang besar ini dimanfaatkan oleh pelaku bisnis. Brand-brand besar pun mulai membuat aktivasi iklan di media sosial hingga menyiapkan divisi khusus media sosial. Ada yang juga memanfaatkan momen ini untuk membuat online shop, menjadi influencer dengan promo berbayarnya hingga menjadi endorser.

Banyak hal lain lagi yang gue pelajari di media sosial. Dan lagi-lagi gue makin tertarik untuk belajar media sosial ini. Di suatu ketika beberapa bulan sebelum lulus, akhirnya gue memutuskan untuk memfokuskan diri pada media sosial dan keajaiban di dalamnya. Gue mempelajari bagaimana kampanye dan aktivasi di media sosial, bagaimana analisis kefektifan suatu kampanye media sosial. Di media sosial, gue bisa belajar banyak hal baru yang gak diajarin waktu gue kuliah. Gue belajar sendiri dan mencoba menyimpulkan sendiri. Di sini gue sadar bahwa gak banyak yang sebenernya mengerti tentang media sosial, alias lahan media sosial masih biru banget. Blue ocean strategy, di mana lo nemuin hal baru dan jarang banget ada yang bisa saingan sama lo. Mungkin di dunia iklan konvensional, persaingan sudah red ocean, terlalu "berdarah-darah" sehingga kesempatan newbie masih sangat jauh. Kemudian agensi-agensi iklan di bidang digital pun mulai bermunculan, mereka kemudian mulai merekrut beberapa pemain muda yang akan berkecimpung di periklanan digital ini. Di tempat gue mengetik teks ini, gue berada di salah satu agensi iklan yang punya divisi digital. Kelak, gue bercita-cita membangun agensi sendiri, entah kapan itu.

Inti dari tulisan yang panjang ini adalah, lo gakkan bisa memperkirakan masa depan lo, apapun yang lo pelajari di masa lalu mungkin akan sangat berbeda dengan apa yang akan lo hadapi ke depannya. Tinggal lo mau belajar hal baru atau enggak. Karena ketika lo expert di hal baru tersebut, sangat mungkin ketika orang-orang melihat lo sebagai acuan mereka.


Semangat mencari hal baru!

No comments:

Post a Comment