Irwin Atman dan Dalmas Taylor
pernah mengonsepkan sebuah proses penetrasi sosial. Proses ini kemudian
dijabarkan sebagai proses komunikasi interpersonal. Mungkin buat beberapa kalian yang belajar
komunikasi, hal ini menjadi sesuatu yang pernah kalian dengar. Proses ini
berbicara tentang bagaimana proses kedekatan dalam suatu hubungan. Diibaratkan
seperti lapisan kulit bawang, ada proses gradual di mana kedua belah pihak bisa
beradaptasi dan mengenal satu sama lain secara lebih baik.
Analogi lapisan kulit bawang ini
berbicara tentang bagaimana proses keterbukaan seseorang terhadap sekitarnya.
Lapisan paling luar dari kulit bawang, dianalogikan sebagai lapisan manusia
yang apa-apa terbuka bagi publik. Lapisan paling luar inilah yang menjadi
penilaian pertama publik atas pribadi seseorang. Dan jika kita bisa mengupas
lapisan itu, maka kita bisa melihat lapisan yang tidak terbuka bagi semua
orang. Lapisan ini memiliki lebih sedikit jumlah orang yang bisa melihatnya.
Begitu pun lapisan yang lebih dalam lagi, berlaku hal yang sama.
Penetrasi sosial ini sebenarnya
ada di berbagai medium, tergantung bagaimana kita membedahnya. Bisa berlaku
untuk dunia nyata, seperti halnya kita berelasi dengan teman-teman di kampus,
kantor atau event. Bisa juga berlaku untuk dunia maya, dunia virtual yang
menjadi tren saat ini. Tampaknya dunia maya, khususnya media sosial membuat
beberapa orang menjadi kecanduan. Digawangi dengan friendster dan yahoo
messenger sebagai salah dua media jejaring sosial yang cukup hits di jamannya.
Lalu berkembanglah facebook, sempat ada yahoo koprol dan hello, lalu twitter.
Ada juga instagram, periscope, path, bahkan aplikasi chatting seperti whatsapp,
line, dan lain-lain.
Media sosial membuat penggunanya
semakin gampang berkomunikasi, semakin gampang untuk bersosialisasi, menambah
relasi. Posting status, gambar, location bahkan aktivitas yang sedang kita
lakukan menjadi suatu hal yang biasa di media sosial. Tanpa sadar, kita
membagikan berbagai aktivitas kepada mereka sengaja/tanpa sengaja. Lantas
bagaimana netizen (sebutan akrab bagi pengguna internet aktif) membuka diri di
media sosial? Apakah kemudian tidak ada lapisan yang menutupi informasi yang
dibagikan tersebut?
Apakah dalam media digital ada
yang namanya analogi lapisan kulit bawang? Seperti yang kita tahu, analogi
kulit bawang adalah bagaimana kita memproteksi informasi yang kita bagikan
sesuai dengan tingkat kedekatan relasi kita. Apakah dengan kemudahan berbagi
informasi menjadikan kita jauh lebih terbuka terhadap orang lain tanpa
memperhitungkan kedekatan relasi?
Analogi lapisan kulit bawang di
dunia digital sangat disederhanakan, sehingga meskipun kamu bukan
siapa-siapanya tapi kamu mengikuti media sosialnya, kamu bisa lebih banyak
mendapatkan informasi tentangnya. Kamu
bisa tahu dia sedang ada di mana, dengan siapa, apa aktivitasnya, bagaimana dia
berteman. Dalam hal stalking pun kamu bisa mendapatkan kapan ulang tahunnya,
siapa mantannya, dulu dia pernah dekat sama siapa, dulu sekolah di mana, hingga
kapan ulang tahun mamanya dengan hanya mengikuti media sosialnya. Padahal di
dalam analogi lapisan kulit bawang yang diutarakan Irwin Atman dan Dalmas
Taylor, ada proses di mana relasi kita bisa membuka satu persatu lapisan kulit
bawang dengan cara beradaptasi dengan kita, memunculkan kedekatan dan
komunikasi serta informasi menjadi lebih semakin mudah didapatkan.
Apa saja informasi yang kamu
bagikan di media sosial? Bagaimana kamu
melindungi dirimu sendiri dari informasi yang kamu bagikan? Apakah kemudian
informasimu semudah itu dibagikan, dan menjadi database tersendiri di dunia
maya?
No comments:
Post a Comment